Meniti Hutan Cemara
Alishan
“Kabut dingin merendah,
perlahan datang menyapa, semak-semak tanah basah/
Langkah kaki seiring
pandangan hijau terhampar di tepi hutan cemara…”
Lirik tembang lawasn milik
Katon Bagaskara ini serasa pas dilantunkan saat kaki mulai menginjak kawasan
Alishan National Scenic Area di Chiayai, Taiwan, Awal Desember lalu, suhu udara
sejuk, sekitar 13 derajat celsius. Jalan kaki menyusuri jalan di bawah
kerimbunan hutan cemara dan pinus pun tak terasa melelahkan.
Pohon Tiga Generasi merupakan salah satu pemandangan menarik di Alishan National
Recreation Area, Chiayi, Taiwan.
[sumber : KOMPAS, RABU, 16 DESEMBER 2015|
Oleh : FRANSISCA ROMANA NINIK]ALISHAN
atau Gunung Ali terdiri atas deretan pegunungan dengan ketinggian hingga 2.500
meter di atas permukaan laut dengan luas total 415 kilometer persegi. Kawasan
ini merupakan resor yang terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Alishan
National Scenic Area Visitor Center mencatat sekitar 3 juta wisatawan
mengunjungi Alishan setiap tahun. Mereka menikmati kesejukan dan ketenangan
hutan, matahari terbit atau terbenam, lautan awan, serta pemandangan indah
lainnya.
Begitu cantiknya alam Alishan sampai-sampai dia digambarkan melalui lagu
rakyat yang populer berjudul ”Alishan de gu niang” atau ”Gadis Alishan”. Dalam
perjalanan menuju lokasi, Jeffrey, pemandu kami, menyanyikan dua bait lagunya.
”Gunung tinggi yang hijau, air sungai yang biru. Gadis Gunung Ali secantik air,
pemuda Gunung Ali sekuat gunung,” ujarnya.
Setelah sekitar dua jam menempuh jalan berkelok-kelok dan terus menanjak
dari kota Chiayi, sampailah kami di Stasiun Forest Railway Alishan. Dari
stasiun, turis bisa naik kereta yang beroperasi di jalur yang dibangun sejak
zaman penjajahan Jepang tahun 1940-an. Kami beruntung bisa naik kereta yang
seluruhnya terbuat dari kayu pinus yang hanya dioperasikan setiap Rabu
tersebut.
Dengan ongkos 50 dollar Taiwan (sekitar Rp 21.000) sekali jalan, pengunjung
bisa menikmati perjalanan selama enam menit menuju stasiun terdekat dengan
jalur pendakian (hiking trail), Stasiun
Zhaoping. Kereta berjalan lambat. Di dalam kereta masih tercium segar kayu
pinus, sementara di kanan-kiri menjulang pohon cemara dan pinus setinggi
puluhan meter.
Tersembunyi
Perjalanan singkat itu membawa gambaran masa lalu saat pohon-pohon cemara
dan pinus tersebut ditebangi lalu diangkut ke kota Chiayi menggunakan kereta
sebelum dikirimkan ke Jepang. ”Kami takjub karena Jepang bisa menemukan tempat
ini, padahal selama itu tersembunyi. Mereka menyebut kayu-kayu ini hinoki
dan membawanya ke Jepang. Penebangan di hutan ini sudah dihentikan sejak tahun
1970-an dan kawasan ini dilindungi pemerintah, dijadikan taman nasional,” tutur
Wu Chia-hsin, petugas dari Alishan National Scenic Area Visitor Center.
Turun dari kereta kayu pinus, pengunjung bisa langsung menuju jalan
setapak—yang sudah diperkeras dengan paving—dan
berjalan masuk ke dalam hutan di kawasan Alishan Forest Recreation Area.
Pohon-pohon pinus dan cemara terlihat rapat dan rapi berjajar dalam
barisan-barisan. Wu mengatakan, pohon-pohon itu seolah-olah ditanam, padahal
mereka tumbuh dengan sendirinya. Petugas hanya menyelimuti batang pohon yang
tumbuh di dekat jalur yang dilalui pengunjung dengan semacam tikar bambu untuk
mencegah tangan-tangan usil menyayat batangnya.
Menurut Wu, pepohonan di Alishan merupakan spesies endemis Taiwan. Beberapa
di antaranya adalah Taiwania cryptomerioides, Chamaecyparis
formosensis, Abies kawakamii, dan Ulmus
uyematsui yang hanya ditemukan di kawasan Alishan.
Di kejauhan sesekali terdengar siulan burung bersahutan. Namun, tak satu pun
di antaranya terlihat. Berdasarkan keterangan dari pusat pengunjung, ada
sekitar 101 spesies burung yang tercatat di kawasan Alishan. Di antaranya ada
49 subspesies yang hanya ada di Taiwan, seperti burung mikado (Syrmaticus
mikado), yuhina formosa (Yuhina brunneiceps),
tit punggung hijau (Parus monticolus), dan robin
semak berkerah (Tarsiger Johnstoneae).
”Alishan memang dikenal sebagai satu dari 10 tempat terbaik untuk mengamati
burung di Taiwan,” ujar Wu.
Setelah beberapa saat, kami melihat kolam alami yang dinamakan Sister
Pond. Konon, di kolam itu seorang gadis bunuh diri karena kakaknya
jatuh cinta kepada pria yang dicintainya. Si kakak pun akhirnya bunuh diri di
kolam yang lain. Cerita yang menyedihkan untuk kolam indah yang dikelilingi
cemara dan pohon-pohon bunga. Kedua kolam tersebut, kata Wu, merupakan sumber
air untuk pengairan daerah sekitarnya.
Tiga generasi
Pemandangan menakjubkan yang lain adalah banyaknya pohon baru yang tumbuh di
atas batang pohon cemara tua yang sudah mati. Tiga batang pohon tumbuh di atas
sebuah batang besar dinamakan Three Sisters, sementara
empat batang pohon baru di atas sebuah batang pohon mati dinamakan Four
Brothers.
Ada pula pohon yang disebut Pohon Tiga Generasi. Akar ketiga pohon bersumber
dari satu pokok yang sama. Pohon generasi pertama sudah melintang di atas
tanah, berusia 1.500 tahun. Di atasnya tumbuh pohon generasi kedua yang berusia
300 tahun dan kini hanya tersisa pokok pohonnya. Pohon generasi ketiga masih
tumbuh menjulang di atasnya, menyesap sari kehidupan dari dua leluhurnya.
Sebagian besar pohon di Alishan National Forest Recreation Area memang sudah
berusia ratusan, bahkan ribuan, tahun. Pohon tertua yang tercatat di tempat itu
berusia 3.000 tahun, tetapi sudah tumbang.
Pohon tertua yang masih hidup berusia 2.300 tahun dan disebut sebagai pohon
keramat atau Siangling Sacred Tree.
Jenisnya adalah cemara merah dari spesies Chamaecyparis
formosensis dengan ketinggian 45 meter dan diameter 12,3 meter.
Tak terasa, dua jam berlalu sejak kami menginjakkan kaki di tepi hutan
cemara Alishan untuk pertama kali. Hari semakin sore dan dingin mulai
menggigit. Kabut tipis mulai turun, memunculkan suasana mistis di tengah hutan.
Kami kembali ke Stasiun Forest Railway Alishan menggunakan mobil listrik
yang disediakan untuk mengangkut penumpang ke beberapa titik pemberangkatan.
Jika belum lelah, Anda bisa berjalan kaki di jalur pejalan kaki yang dibuat
dari kayu sepanjang beberapa kilometer menuju stasiun atau lokasi parkir
kendaraan.
Paru-paru sudah penuh udara segar dari gunung. Raga dan jiwa pun tak kalah
sejuknya. Tembang lawas Katon kembali membahana di kepala.
”... Mentari kini ku perlu hangatmu, menyusup buluh nadi. Membuka
hari yang baru untukku, songsong apa terjadi.”
(FRANSISCA ROMANA NINIK)
Alishan,cemara,meniti,hutan,area,chiayi,Taiwan,tersembunyi.Hutan cemara Alishan,Alishan National Recreation Area,tiga generasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar