Senin, 25 April 2011

Office Cubicle yang Hemat Ruang


Office Cubicle yang Hemat Ruang

Oleh Kevin

Bekerja sudah menjadi bagian rutinitas anda. Untuk mendukung performa kerja, tentunya dibutuhkan sarana-sarana kantor yang memadai. Tidak hanya mesin printer, scanner, faximile, dan telepon, tetapi interior kantor yang nyaman juga menjadi asset berharga.

Sayangnya tidak semua kantor memiliki urang kerja yang lapang. Akibatnya, dengan keterbatasan ruang dan jumlah pegawah yang banyak, sang arsitek harus pandai-pandai mendesain ruangan yang efektif, tetapi masih mampu memberikan kenyamanan.

Akhirnya, solusi saat ini adalah ruang kerja yang menggunakan cubicle. Berasal dari bahasan Latin, cubiculum yang artinya kamar tidur, cubicle sekarang sudah menjadi bagian kantor yang jamak dijumpai.

Istilah dan penerapan cubicle ini awalnya dikenalkan oleh John Shiflett pada tahun 1965. desainer asal Colorado, AS ini membuat prototype untuk kantornya Herman Miller Inc, sebuah perusahaan pembuat furniture kantor.

Prototype yang dibuat John itu awalnya terdiri dari unit modular dengan konsep terbuka yang sederhana, sebuah konsep baru pada era itu. Cubicle biasanya adalah area kerja untuk satu orang lengkap dengan meja dan kursi plus sekat setinggi 1,5 – 1,8 meter.

Adanya cubicle ini memungkinkan para pekerja masih mendapatkan privasi, juga mendukung mereka untuk terus berkonsentrasi bekerja. Awalnya, penggunaan cubicle dapat dijumpai pada perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan asuransi.

Ironisnya, ternyata di balik manfaat yang ada, cubicle sering mendapat konotasi negative, yaitu cube farm. Seolah-olah ruang kerja begitu terbatas dengan sekat-sekat dan si pekerja seolah hidup hanya didalam kotaknya. Bahkan, comic strip Dilbert yang dimuat di Harian Kompas, sering memunculkan humor seputar kantor dan pegawai white collar yang ber setting kantor dan cubicle nya.

Lain dulu lain sekarang. Kini tampilan desain cubicle tampil lebih nyaman. Yang dulunya kaku kini semakin fleksibel menyesuaikan konsep interior kantor. Banyak desainer interior dan arsitek merencanakan konsep ruang perkantoran dengan matang dan terintegrasi.

Selain itu, mendukung area yang lebih nyaman sekaligus lapang adalah penggunaan desain modular pada cubicle. Dengan desain minimalis modern ini memungkinkan perabot kantor termasuk meja kerja bisa mudah diubah sewaktu-waktu.

Sabtu, 23 April 2011

Construction | Apartment

Antara Apartment Bersubsidi atau Rumah di Pinggiran Jakarta

Oleh Kevin

Sebagai pusat pemerintahan dari pusat bisnis, Jakarta memang menjanjikan banyak hal. Apa yang anda mau semua ada di Jakarta. Tak heran bila banyak orang menggantungkan nasibnya dengan mengais rejeki ci Jakarta.

Sayangnya, harga lahan di Jakarta kurang ramah terhadap para pekerja kelas menengah yang penghasilannya tergolong pas-pasan. Sebagai tempat tinggal, tentu saja pada akhirnya banyak yang lebih memilih tinggal di pinggiran Jakarta. Alasannya tentu saja karena lahan di pinggiran Jakarta cenderung terjangkau.

Perumahan di pinggiran Jakarta memang menjadi idola bagi sebagian besar karyawan yang bekerja di Jakarta. Udara yang bersih, lahan cukup besar dengan harga yang terjangkau, aneka fasilitas dari pengembang, plus akses dan sarana transportasi menuju Jakarta yang kian lengkap-ada bus atau kereta-memang bisa menarik minat orang untuk tinggal di sana. Apalagi bagi mereka yang sudah berkeluarga.

Walaupun demikian, bukan berarti mustahil bisa memiliki tempat tinggal di Jakarta dengan dana yang pas-pasan. Semua serba mungkin, apalagi dengan hadirnya apartemen bersubsidi dari Pemerintah.

Walaupun lahannya terbatas, setidaknya anda tidak perlu lagi memikirkan halaman karena di apartemen bersubsidi ini ditawarkan pula fasilitas olah raga dan taman bermain. Letaknya pun dekat dengan sarana transportasi semacam transjakarta, sehingga memudahkan anda menjangkau daerah tujuan atau tempat kerja dalam hitungan menit. Bahkan saking dekatnya bisa memungkinkan anda makan siang atau sekadar menjenguk anak di rumah, sehingga kualitas hubungan intensitas bertemu degan anak tetap terbina baik.

Rumah di pinggiran kota atau apartemen bersubsidi sama-sama memiliki hal positif. Anda hanya perlu meneysuaikannya dengan kebutuhan akan suatu tempat tinggal.

Selasa, 12 April 2011

Menikmati Kenyamanan Hidup Berkualitas


Menikmati Kenyamanan Hidup Berkualitas.

Oleh Kevin

Apa yang ingin anda raih dalam hidup sekarang ini? Jawabannya bisa beragam. Ingin sukses berkarier, membanung keluarga bahagia, ataupun mempunyai kualtias kesehatan optimal. Dari sederet keinginan tersebut, menikmati hidup berkualitas adalah dambaan banyak orang.

Menikmati hidup berkualitas penuh kenyamanan adala hsebuah bentuk penghargan pada diri anda dan keluarga. Hal itu tentu saja wajar dinantikan, karena kini kebanyakan orang berkativitas tak kenal waktu, sehingga momen untuk rehat sejenak kerap dinomerduakan. Tak hanya rehat, waktu untuk berkumpul bersama keluarga pun jadi makin sempit.

Apalagi mengingat kehidupan penduduk di kota-ktoa besa sperti Jakarta. Hruk-pikuk lalu lintas yang banyak menyita waktu ditambah padatnya rutinitas sehari-hari ssudah menjadi makanan empuk masyarakat ibu kota.

Oleh karena itu, factor besar yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang adalah tempat tinggal. Ya, sebagai salah satu penenuhan kebutuhan pokok, kehadiran hunian, menjadi hal mutlak yang tak dapat ditolak.

Akan tetapi, tempat tinggal seperti apakah yang dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang? Tak semata hanay membeli kualitas dan kosep tempat tinggal, tapi juga kawasan yang menawarkan bergam fasilitas da nkemudahan sehingga mampu memberikan rasa nyaman dan keteraturan oleh penghuninya.

Kawasan Terpadu

Tidak mudah memang mencari rumah dengan konsep kawasan terintegrasi seperti itu. Dibutuhkan komitmen dan perencanaan matang pengembang property, untuk mewujudkan konsep kawasan hinan terpadu. Sala hsatu konsep kawasan yang sukses menghadirkan beragam pemenuhan kebutuhan penghuninya dalah Alam Sutera.

Alam sutera berawal dari pembentukan komunitas yang dimulai dari residensial pada tahun 1994. begitu community sudah ada, barulah kita bergerak pada semua fasilitas lain yang dibutuhkan community tersebut. Lalu dalam beberapa tahun ini, karena perekonomian membai, demand membesar muncullah fasilitas-fasilitas baru di alam Sutera

Berbagai fasilitas di Alam Sutera yang direncanakan, sedang dibangun, maupun yang sudah berdiri, sebenarnya merupakan jawaban bagi kebutuhan orang-orang yang berkaitan dengan kawasan ini. Baik penghuni, karyawan yang bekerja di daerah tersebut, maupun orang-rang yang menjadikan Alam Sutera sebagai satu destinasi.

Hal yag mendukung perkembangan banyak fasilitas baru, slah satunya dengan dibukanya akses Tol Alam Sutera pada tahun 2009. Arus lalu lintas meningkat karena semakin banyak mobilitas yang terjadi pada akses tersebut. Oleh karean itu, perlu fasilitas untuk jalur tersebut.

Seperti didahului dengan kehadiran RS Omni Alam Sutera, Sekolah St Laurensia, dan sport center, kini aloam Sutera terus melengkapi diri. Contohnya adala hkehadiran Flavor Bliss, sebuah entertainment facility yang berorientasi pada keluarga di lokasi utama Alam Sutera.

Di sini, anda dapat mnikmati beragam kuliner, berbelanja, dan menikmati suguhan acar sepesial dengan konsep lokasi yang myaman dan aman plus area parkir yang luas. ATM dan pedestrian access. Tak heran gayung bersambut, animo masyarakat dan tenant pun berjalan baik.

Setiap harinya saja rata-rata jumlah pengunjung Flavor Bliss mencapai 3000 orang. Belum jika pda hari sabtu atau minggu, perharinya dapat dikunjungi sekitar 5000 – 7000 orang.

Untuk menampung antusiasme konsumen yang tinggi, sekarang Flavor Bliss pun mengalami pelebaran. Bila tahap pertama telah diisi 8 tenant, untuk tahap kedua ada 23 tenant yang mengisi. Ditambah dengan pembangunan lima lapangan futsal (salah satunya berstandar internasional), indoor and outdoor children playground.

Tidak jauh dari Flavor Bliss, Alam Suter juga membangung kompleks komersial bertajuk Alam Sutera Town Center. Selain itu, ada pula pasar tradisional yang dikemas modern bernama pasar 8.

Sementara untu anda yang emar berbelanja, Alam Sutera menghadirkan pusatr perbelanjaan yang luas berdiri di atas tanah 6 ha berkonsep home living, bernama Living World. Mal ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap beragam produk home appliances. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, seperti supermarket dan fasilitas hiburan seperti bioskop 21, juga tersedia di Living World.

Mengingat bentang luas Alam Sutera yang panjang, maka diciptakan lagi satu grup fasilitas di pinggir Tol. Kan ada Mall Alam Sutera, Binus University, dan apartemen Silwood Residences, yang smuanya sudah dalam tahap pembangunan. Di dekat area ini pun akan dibangun convention and exhibition center sebagai bagian dari fasilitas Alam Sutera.

Selain menghadirkan sejumlah fasilitas yang mumpuni, Alam Sutera menawarkan hunian dari cluster terbarunya antara lain Sutera Feronia Park. Sementara dengan mengusung konsep mixed use, rasanya tidak mungkin jika tidak ada estate management yang mengurus semua fasilitas dan kebutuhan warga tersebut.

Sejak awal pembangunan, Alam Sutera telah memakai konsep eco-friendly development dan menerapkannya dalam setiap proses pembangunan kawasan yang berkelanjutan.

Ada tiga aspek, yaitu very good location, healthy living, dan high investment return, inilah sala hsatu bentuk konsep kawasan hunian yang memprioritaskan sebuah kehidupan seimbang dan berkualitas bagi penghuninya.


Senin, 11 April 2011

Menemukan kemewahan yang sesungguhnya di BSD


Oleh Kevin

Bicara soal kemewahan tidak hanya merujuk pada aneka barang mewah yang berharga sangat mahal. Khusus untuk property, kemewahan yang dimaksud bukan hanya terletak pada lokasi yang strategis atau bangunan yang mentereng, tetapi lebih pad keberadaan ruang terbuka hijau disekitarnya.

Di Jakarta, hampir bisa dipastikan sangat sulit menemukan perumahan yang mampu memberikan ruang terbuka hijau seperti yang diinginkan. Malah boleh dibilang, sebagian besar masyarakatnya mengandalkan keberadaan AC untuk memberi kesejukan.

Tak heran jika hunia di seputar Jakarta yang relative masih lapang dan hijau dengan udara yang relative lebih bersih ketimbang Jakarta menjadi incaran banyak orang. Salah satu kawasan yang saat ini tengah menjadi incaran banyak orang adalah BSD City.

Kawasan BSD City yang dikembangkan oleh pengembang yang memiliki reputasi international seperti property Sinarmas Land, tak diragukan telah menjadi rujukan hunian yang sebagian besar warga yang bermata pencaharian di Jakarta.

Meski berada di pinggiran ibu kota, BSD City mampu menyediakan beragam fasilitas da nakses keluar masuk Jakarta yang mudah dijangkau. Ini menjadi semacam sihir yang menjatuhkan hati seiapa saja yang butuh rumah tinggal.

Setelah sukses membangun di bagian timur Sungai Cisadane, Sinarmas Land melanjutkan permbangunannya pada bagia nsentral dari kawasan sluas 6000 hektar ini. Banyak orang beranggapan bahwa BSD City adalah yang di sisi timur di Sungai Cisadane. Padahal itu baru seperempatnya saja dari BSD.

Tahun 2008 hingga 20 tahun ke depan, akan dikembangkan lagi yang di sebelah barat sungai. Ini merupakan pembangunan fase kedua yakni di daerah sentral, secara orientasi kita sebut sisi barat sungai, meski sebenarnya ada di bagian tengah.

Dalam kurun waktu dua tahun ini, wilayah sentral dari BSD City memang tampak semakin hidup dan semakin berbentuk, baik dari aktivitas social maupun pertumbuhan nilai investasinya. Itu dimulai dari pembangunan kawsan hunian Foresta, yang cluster di dalamnya, saat ini nyaris telah semuanya terjual.

Menyusul sukses kawasan Foresta, Sinarmas Land siap membangun kawasan de Park seluas 66 hektar yang berlokasi di utara Foresta. Semangat Go Green yang diejawantahkan dalam perbanyakan ruang terbuka hijau (RTH) terus dicangkokan Sinarmas Land terhadap produknya, termasuk de Park ini.

Kawasan de Park, secara tak langsung akan dibangun menjadi paru-parunya BSD City. Hal itu bisa dilihat pada bagian timur de Park yang terdapat lapangan golf. Selain itu,

Menghilangkan Sekat Struktural




<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE

Menghilangkan Sekat Struktural

Lusiana Indriasari

Era keterbukaan ikut memengaruhi pola hubungan dalam dunia kerja. Konsep itu diterjemahkan ke dalam desain ruang perkantoran yang meniadakan sekat-sekat struktural antara atasan dan bawahan.

Ruang perkantoran sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang telekomunikasi itu berkonsep terbuka. Hanya ada beberapa ruangan bersekat terbuat dari kaca, yang digunakan sebagai ruang pertemuan dan booth untuk bertelepon.

Selebihnya, hanya ada beberapa kelompok meja kerja yang ditata berhadap-hadapan membentuk tiga konfigurasi. Konfigurasi meja itu masing-masing hanya berbatas sekat-sekat di bawah level mata orang yang sedang duduk.

”Jadi, kalau ada pekerjaan yang harus dikomunikasikan, mereka bisa langsung berbicara dari meja kerja,” kata Gregorius Supie Yolodi, arsitek yang merancang interior ruang perkantoran tersebut. Dalam bahasa awam, meja yang ditata membentuk ”ruangan” atau areal untuk bekerja ini disebut cubicle, ada juga yang menyebutnya sebagai workstation.

Perubahan gaya hidup yang semakin terbuka, ditambah keinginan untuk saling bertransparansi, kata Supie, bahkan berlanjut ke tingkat yang lebih ekstrem. Sekarang ini di beberapa kantor di Jakarta bahkan sudah menerapkan konsep atasan-bawahan duduk bersama-sama. Tidak ada lagi ruangan-ruangan khusus yang memisahkan posisi struktural dalam pekerjaan.

Untuk keperluan itu, cubicle dirancang membentuk konfigurasi, yang terdiri dari tiga, empat, atau enam meja sesuai keperluan. Masih menyatu dengan konfigurasi itu, ada satu cubicle yang dibuat berukuran agak besar untuk tempat kerja manajer. Namun, bisa juga ukuran cubicle level manajer ini tidak berbeda dengan staf.

Dulu, mereka yang duduk di level manajer atau direktur kerap ditempatkan di ruangan khusus. Bahkan, di kantor-kantor milik pemerintahan, ada satu lantai khusus yang dihuni oleh level manajer dan direktur.

”Pemisahan semacam ini memunculkan efek psikologis yang negatif. Staf menjadi takut dengan atasan dan tidak bisa berkomunikasi dengan terbuka bila ada masalah,” ungkap Supie. Karena persoalan tidak terselesaikan, produktivitas kerja menjadi menurun.

Agar tidak ada lagi hambatan psikologis dalam berkomunikasi, mereka yang duduk di level manajer duduk dalam satu kelompok cubicle bersama stafnya. Karena semua serba terbuka, segala bentuk percakapan bisa didengar oleh orang-orang di ruangan itu. Karena itu, dalam beberapa rancangannya, Supie menyediakan booth di dalam ruang kantor bila ada pembicaraan yang harus dirahasiakan.

Konsep ”duduk bersama” dalam satu ruangan terbuka di Indonesia ini, kata Supie, berawal dari perusahaan multinasional yang memang memiliki kultur terbuka. Konsep tersebut kemudian diadaptasi oleh industri kreatif yang ingin menciptakan suasana kerja santai atau biasa disebut smart-casual. Dengan suasana kerja yang santai dan nyaman seperti layaknya bekerja di rumah sendiri inilah yang diharapkan akan memunculkan energi kreatif.

Selain bisa diproduksi sendiri, cubicle ini pengerjaannya bisa diserahkan kepada perusahaan furnitur. Apalagi bila cubicle itu dibutuhkan dalam jumlah banyak. Biasanya, selesai merancang bentuk cubicle yang diperlukan, para perancang interior ini memilih perusahaan furnitur yang dipercaya agar bisa merealisasikan konsep yang mereka buat.

Salah satu perusahaan yang memproduksi cubicle adalah Office Culture. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura dan memiliki beberapa gerai di Jakarta ini menyediakan cubicle siap pakai.

Cubicle itu dibuat dengan konsep menghadirkan tempat kerja yang nyaman dan tidak membosankan. ”Orang yang bekerja itu menghabiskan sebagian besar waktunya di kantor. Mereka harus memiliki tempat kerja yang nyaman supaya betah,” tutur Helen Anggreny, Manajer Pemasaran Office Culture.

Digital

Cubicle merupakan sebuah investasi perusahaan karena digunakan dalam jangka waktu lama. Karena itu, cubicle yang dibuat oleh Office Culture harus fleksibel. Artinya, cubicle itu harus bisa diubah-ubah konfigurasinya bila suatu saat suasana kantor ingin diubah.

Office Culture memproduksi bermacam cubicle, tetapi ukuran standar yang biasanya dipakai adalah 120 x 60 sentimeter persegi untuk satu orang. Cubicle ini bisa digabungkan dengan cubicle lain sehingga membentuk konfigurasi untuk enam atau delapan orang.

Tinggi sekat yang dipasang bergantung pada pemesan. Ada orang yang menginginkan cubicle dengan sekat setinggi 160 cm sehingga membentuk ruangan semipermanen, ada pula yang lebih menyukai sekat setinggi 120 cm atau setinggi mata.

Menurut Helen, Office Culture yang merupakan anak perusahaan furnitur dunia Cellini ini baru berdiri sejak dua tahun lalu. Mereka sengaja melebarkan sayap ke interior perkantoran karena melihat pasar yang besar di Indonesia, khususnya Jakarta.

Perubahan gaya hidup yang serba digital juga memunculkan kebutuhan akan cubicle. Dibandingkan meja kerja yang konvensional, cubicle ini biasanya lebih simpel tetapi modern. Tidak ada lagi tempat untuk menumpuk berkas-berkas atau arsip, demikian juga untuk menyimpan barang pribadi di kantor.

”Dengan cubicle, orang dipaksa untuk lebih selektif dalam memilih benda-benda yang akan disimpan,” tutur Helen. Cubicle ini dilengkapi dengan colokan listrik, rel untuk menggantungkan berbagai macam rak kecil, dan lemari kecil. Kalau masih kurang, biasanya cubicle dilengkapi dengan credenza atau lemari berlaci. Dengan cubicle, ruangan di kantor pun tidak lagi mirip gudang penyimpanan barang.