Disadur oleh Kevin dari:
KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA
Pesanggrahan Muntok atau Wisma Ranggam di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung, tempat Presiden Soekarno, dan tiga tokoh pejuang lain diasingkan antara tahun 1948 hingga 1949. Pesanggrahan itu dibangun Bangka Tien Winning pada 1827 sebagai tempat peristirahatan karyawan perusahaan timah milik Belanda itu.
Oleh Kris Razianto Mada
Ingin menelusuri jejak eksploitasi Belanda terhadap timah Pulau Bangka? Rasanya, misi wisata sejarah Anda belum lengkap jika tidak mengunjungi Pesanggrahan Muntok dan Pesanggrahan Menumbing. Di dua tempat inilah, dulu Proklamator Soekarno-Hatta, beserta tokoh pergerakan nasional lainnya, diasingkan oleh Belanda.
Tahun 1949, Presiden RI Soekarno diasingkan ke Muntok, Pulau Bangka. Belanda menempatkan Bung Karno di Pesanggrahan Muntok atau dikenal Wisma Ranggam, tak jauh dari pelabuhan Muntok. Pelabuhan ini menjadi saksi sejarah eksploitasi Belanda terhadap kekayaan dari perut bumi pulau itu.
Di sudut belakang wisma itu, Bung Karno menempati kamar berukuran 5,5 x 4 meter. Kamar Presiden lebih kecil dari kamar Menteri Luar Negeri Indonesia (kala itu KH Agus Salim). Agus Salim menempati ruangan 6 x 4 meter yang bersebelahan dengan kamar Bung Karno. Keduanya menempati ruangan di bangunan utama.
Dua tokoh lain yang juga diasingkan di Pesanggrahan Muntok, Ali Sastro Amidjojo dan M Roem, menempati ruangan di sayap depan. Ukuran kamar mereka tidak berbeda dengan kamar Bung Karno.
Bila dibandingkan dengan kondisi sekarang, ukuran kamar Bung Karno relatif tidak jauh berbeda dengan sebagian rumah kos-kosan karyawan di Jakarta dan sekitarnya. Saat perabotan di wisma itu masih utuh dan lengkap, berdasarkan sebagian foto tua di pesanggrahan itu, kamar tersebut sempat diisi ranjang besi, lemari, dan meja kerja.
Kamar Bung Karno, selain dekat dengan teras belakang, juga bersebelahan dengan ruang tamu utama. Di tempat itulah, konsep perjanjian Roem-Royen dibahas. Terkait perjanjian itu, banyak diplomat asing mondar-mandir ke Pesanggrahan Muntok.
Sayangnya, sudah tidak ada lagi benda-benda bersejarah di pesanggrahan itu. Tamu-tamu masa kini hanya bisa menikmati fisik bangunan saja. Seluruh perabot semasa pesanggrahan itu ditempati Bung Karno sudah lenyap tak bersisa. Untung kondisi bangunan masih mirip seperti bangunan aslinya, seperti ketika dirancang Y Lokalo pada tahun 1827. Bangunan yang dibuat untuk tempat peristirahatan Bangka Tin Winning, perusahaan penambangan timah milik Belanda yang kemudian dinasionalisasi menjadi PT Penambangan Timah Bangka.
Wisatawan dari sekitar Muntok biasanya mengunjungi pesanggrahan yang terletak di wilayah Kelurahan Sungai Daeng itu, dengan menggunakan sepeda motor.
Sementara wisatawan dari daerah lain biasanya naik mobil travel. Kalau dari Pangkal Pinang ke Muntok naik (mobil) travel, pasti lewat depan sini. Sekarang tarif Pangkal Pinang-Muntok rata-rata Rp 65.000.
Menurut juru pelihara Pesanggrahan Muntok, Edi Rasidi, cara termudah menuju bangunan yang terletak di Jalan Imam Bonjol itu memang naik mobil travel atau kendaraan pribadi. Kendaraan umum lain, seperti halnya ke tempat lain di Bangka Belitung, amat jarang.
Jika naik kendaraan pribadi, tidak perlu khawatir tersasar. Setelah sampai di Muntok, tanya saja di mana Wisma Ranggam kepada warga sekitar. Hampir semua orang di Muntok tahu letak bangunan itu. Biasanya orang-orang akan memberi petunjuk kalimat seperti ini, ”Cari saja rumah tua yang di depannya ada tugu.”
Bila berminat menyelami atmosfer rumah tempat pembuangan tokoh, pengunjung dapat menginap ke pesanggrahan itu. Ada pendingin udara dan ranjang di 8 kamar pada bagian sayap depan. Kamar bangunan utama hanya boleh dilihat-lihat.
”Sebagai wujud penghormatan pada Bung Karno, bekas kamar beliau lebih baik dibiarkan kosong,” ujar Edi Rasidi.
Bila Bung Karno ditempatkan di Pesanggrahan Muntok yang dekat dengan kota, Wakil Presiden RI pertama, Moh Hatta, ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing. Pesanggrahan itu dibangun di Bukit Menumbing dan berjarak sekitar 10 kilometer dari Muntok. Bung Hatta menempati bangunan itu dari 22 Desember 1948 hingga Juli 1949.
Selain Bung Hatta, bangunan itu juga ditempati Sekretaris Negara AG Pringgodidgo, Mr Assa'at, dan Komodor Suryadarma. Mr Assa'at pernah menjadi Presiden RI selama delapan bulan saat RI bergabung dengan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Bung Karno harus menjadi Presiden RIS. Sebagai Presiden RI, Assa'at antara lain sempat meresmikan Universitas Gadjah Mada.
Di Pesanggrahan Menumbing, kamar Assa'at berseberangan dengan kamar Bung Hatta.
Sayangnya tidak ada angkutan yang memadai ke tempat ini. Satu-satunya angkutan dari jalan raya menuju Pesanggrahan ke Menumbing hanya ojek atau mobil sewaan. Setiap pengojek mematok tarif Rp 70.000 untuk perjalanan bolak-balik dari Jalan Raya Muntok di Kampung Jawa menuju Pesanggrahan Menumbing.
Untuk menjangkau pesanggrahan itu, setiap orang harus melewati hutan di kaki Bukit Menumbing. Jalan akses hanya selebar dua meter. Jika dua mobil berpapasan, salah satunya harus menepi. Bila ingin ke sana, sebaiknya berangkat paling telat pukul 13.00 dari Muntok agar ada waktu turun kembali. Bila kesorean, jalan akses yang membelah hutan itu amat berisiko, terutama pada malam hari. Pasalnya, selain sempit, jalannya pun berkelok tajam.
Pesanggrahan Menumbing pernah dijadikan hotel sampai tahun 2005. Setelah itu, pesanggrahan itu kosong dan hanya dipakai kalau ada pemesan. ”Kalau mau menginap di sini, bisa saja. Ada beberapa kamar bisa dipakai. Khusus kamar Bung Hatta, tidak boleh dipakai menginap,” ujar Sutejo, juru pelihara Pesanggrahan Menumbing.
Di bekas kamar Bung Hatta, terdapat dua ranjang, satu meja marmer, dan lemari pakaian. Selain itu terdapat juga lemari kecil serta meja kayu. Kamar itu terbagi atas 2 kamar yakni ruang tidur dan ruang tamu. Ruang tidur berisi perabotan seperti lazimnya kamar tidur. Sementara di ruang tamu ada beberapa foto dan salinan dokumen.
Pengunjung antara lain dapat melihat surat Bung Hatta pada Jenderal Sudirman, terkait Persiapan Konferensi Meja Bundar. Juga surat Bung Karno pada Sri Sultan Hamengku Buwono IX, terkait penyerahan mandat kekuasaan.
Sementara di luar kamar terpajang mobil hitam, Ford Deluxe 8 dengan tanda nomor BN 10. Mobil itu pernah dipakai Bung Hatta.
Di Pesanggrahan Menumbing, dari kejauhan, pengunjung juga dapat melihat lubang-lubang bekas penambangan timah. Nah, lengkaplah sudah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar